Kutu Loncat dalam Kotak Korek

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Alkisah, ada seorang pemuda yang sedang berkelana mencari jati dirinya. Dia pun berkelana ke negeri nan jauh untuk menimba ilmu. Sampai suatu saat ia tiba di sebuah negeri yang makmur dan maju. Ia pun terpesona dan penasaran mengapa negeri itu bisa begitu maju dengan pesat.

Ia pun bertemu penduduk setempat dan mengobrol, mencari tahu budaya setempat. Ia pun menanyakan ; Siapakah pemimpin kalian? Orang seperti apakah dia? Penduduk setempat pun menjawab ; Pemimpin kami adalah orang yang sederhana dan bijak, dia adalah seorang guru. Pemimpin kami orangnya sangat santai dan ramah, dia dapat ditemui dengan mudah tidak ada acara protokoler yang rumit.

Mendapat jawaban tersebut sang pemuda itu kaget dan penasaran, mengapa di negeri semaju dan semodern ini seorang guru bisa menjadi pemimpin tertinggi? Dan mengapa ia bersikap begitu santai, padahal bagi pemimpin keselamatan kan yang utama?

Pemuda itu pun bertekad untuk menemui pemimpin negeri itu yang biasa disebut "Sang Guru". Ia pun mengunjungi kantor pusat pemerintahan di Ibu Kota.

Ketika ia sampai di Kantor Pemerintahan, ia melihat sebuah bangunan tua yang megah. Terlihat kokoh namun sederhana. Tidak ada kesan angkuh dan tertutup. Ia pun melihat ada sesosok yang berbadan tegap menggunakan pakaian resmi. Ia berasumsi bahwa itu adalah petugas keamanan "Istana" Pemerintahan dan memberanikan diri melapor ke Petugas keamanan  tersebut untuk bertemu "Sang Guru".

"Selamat Siang Pak!"

Sang Petugas Keamanan yang awalnya terlihat sangar bin angker, ternyata bersikap ramah saat berdialog dengan pemuda tersebut.

"Selamat Siang, maaf Anda ada kepentingan apa ya?", tanya sang petugas.
"Perkenalkan saya Fulan, dari negeri seberang. Saya ingin bertemu dengan Pemimpin negeri ini.."
"Oh, ya, silakan isi buku tamu ini dulu."
"Baik pak, terima kasih. Tapi beliau ada kan Pak?"
"Beliau ada kok. Ngomong-ngomong, ada keperluan apa ya dik?", petugas keamanan itu bertanya lagi.
"Begini Pak, saya sangat mengagumi kemajuan yang terjadi di negeri ini. Padahal sekitar 10 tahun yang lalu negeri ini baru saja menderita akibat peperangan yang terjadi. Maka dari itu saya sangat ingin bertemu dengan pemimpin negeri ini. Saya ingin belajar banyak dari negeri ini."

Sang Petugas Keamanan tersenyum dan bercerita,
"Memang negeri ini sempat hancur dan menderita akibat perang antar golongan yang terjadi di negeri ini. Akan tetapi itu semua sudah kami lupakan dan kami bertekad untuk membangun negeri ini dalam damai. Oya dik, silakan duduk dulu."

Sang Petugas Keamanan pun mempersilakan si pemuda untuk duduk di Pos Jaga, lalu ia menelepon sekretaris Sang Pemimpin.

"Sekretaris sudah saya beritahu..."
"Terima kasih Pak," Sang Pemuda tersebut memotong.
"Saya harus ke mana pak?"

Sang Petugas Keamanan kembali tersenyum,
"Di sini saja dulu. Oya, jadi Anda ini mau belajar di negeri ini?", tukas Sang Petugas.
"Betul sekali pak. Akan sangat berharga bagi saya untuk bisa belajar di negeri ini sebelum kembali ke negeri saya."
"Akan saya buka sedikit rahasia, mengapa negeri kami bisa begini. Meskipun saya petugas keamanan, saya tetap membuka wawasan saya lho."

Sang Petugas pun memulai ceritanya,
"Jadi begini, kamu tau kutu loncat kan?
Seekor binatang yang dapat meloncat 200 kali tinggi tubuhnya. Ia dapat mempunyai kekuatan seperti itu karena ia dapat memaksimalkan kemampuan dirinya."

"Ada sebuah cerita tentang kutu loncat ini. Suatu ketika ada eksperimen yang dilakukan oleh seorang ilmuwan. Ia memasukkan seekor kutu loncat ke dalam kotak korek api.
Kutu loncat itu pun meloncat di dalam kotak korek api tersebut. Dapat diduga, kutu loncat tersebut menabrak dinding kotak.. Begitu terus berulang-ulang.. Sampai akhirnya si kutu mencoba mengurangi tenaga loncatnya.
Beberapa kali masih terbentur, namun di percobaan yang ke sekian ratus kali, ia akhirnya berhasil meloncat dengan aman, tanpa terbentur dinding."

"Kutu tersebut berada di kotak korek api selama 3 minggu.
Setelah 3 minggu berlangsung, kutu tersebut dilepaskan dari kotak korek api.
Apa yang terjadi setelah itu, kutu loncat tersebut menjadi sangat terbiasa melompat sebatas seperti masih di dalam kotak korek api tadi, seolah-olah ia takut terbentur dinding kotak padahal sebetulnya tidak ada kotak.
Kutu tersebut kehilangan kemampuan meloncat sampai 200 kali tinggi tubuhnya. Ia hanya meloncat dengan "aman"."

"Nah, ibarat itulah kemampuan manusia. Lebih dari berabad-abad negeri kami ini merasa "terkungkung" seperti kutu loncat dalam kotak korek. Kami merasa takut untuk bergerak bebas.
Sebetulnya yang kami takuti bukanlah hal yang nyata seperti dinding korek itu. "Dinding" yang kami hadapi adalah sebuah "tradisi" yang mengakar sangat kuat, sebuah "kepentingan" yang licik, dan sebuah kebiasaan yang sangat lazim sehingga apabila ada hal-hal baru seolah-olah "terbentur" dengan "dinding-dinding" tadi."

"Akhirnya pada 10 tahun lalu ada gerakan "terobosan" yang berusaha keluar dari dalam "kotak". Gerakan ini mendapat perlawanan yang amat kuat sehingga terjadi perang ideologis."

"Peperangan itu sebenarnya lebih banyak "berperang melawan diri sendiri" daripada melawan orang lain.
Peperangan itu lebih banyak pada aspek kejiwaan daripada aspek fisik. Walaupun secara fisik memang ada beberapa orang yang harus rela berkorban raga. Namun itulah tonggak perubahan.
Peperangan itu akhirnya dimenangkan oleh kaum yang menginginkan perubahan dan terobosan."

"Dan dari sisa-sisa kemenangan kami itulah, negeri ini dibangun kembali. Kami memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh putra-putri negeri kami sendiri. Kami tidak menghancurkan segala tradisi yang mengungkung, kepentingan yang licik, dan kebiasaan-kebiasaan yang salah di negeri ini."

Petugas Keamanan itu terlihat sangat berbeda dari awal perjumpaan mereka. Ia menjadi sangat berapi-api seolah-olah ingin meledak, tetapi cara berbicaranya sangat terstruktur dengan baik. Setelah itu terdengar suara panggilan telepon di Pos Jaga dan Sang Petugas Keamanan pun segera menerimanya. Ternyata sebuah panggilan untuk Sang Petugas Keamanan. Akhirnya ia pun berpamitan kepada Sang Pemuda tersebut.

Sang Pemuda yang dari awal mendengarkan semakin terbakar juga semangatnya untuk segera mengadakan terobosan-terobosan di negerinya. Ia merasa sangat terinspirasi oleh cerita Sang Petugas Keamanan tadi. Di dalam pikiran sang Pemuda ia bagaikan mendapat ide segar yang harus segera dilaksanakan. Keinginan untuk bertemu "Sang Guru" alias Pemimpin negeri tersebut menjadi tidak sebesar tadi karena ia ingin cepat-cepat pulang.

Tak lama kemudian datanglah Petugas Keamanan yang lain. Kali ini pakaiannya masih mirip dengan yang pertama namun berwarna lain dan ditambahi tulisan "SECURITY" melingkar di lengan kanannya. Sang Pemuda pun memutuskan untuk segera pulang, ia pun akan berpamitan kepada Petugas Keamanan yang baru datang ini.
"Pak, mohon maaf saya tidak jadi bertemu Sang Pemimpin. Saya harus segera kembali ke negeri saya karena saya memiliki pekerjaan yang amat banyak."
"Lho dik, justru saya ke sini untuk menyampaikan permohonan maaf dari Sang Pemimpin karena telah menerima kedatanganmu hanya di Pos Jaga ini."

Sang Pemuda tidak begitu mengerti maksud Petugas Keamanan yang baru ini.
"Maksud Bapak, yang bicara panjang lebar tadi di Pos Jaga ini? Dia atasan bapak kan? Saya lihat pakaiannya mirip pak, berjas resmi hanya warnanya saja yang berbeda dan tidak ada tulisan "SECURITY"-nya."
"Iya, dia memang atasan saya, tetapi atasan yang paling atas. Alias Sang Pemimpin. Beliau kebetulan tadi sedang berjalan-jalan memeriksa Pos Jaga ini, dan saya disuruhnya berkeliling untuk patroli. Sebenarnya saya tidak enak meninggalkan beliau sendiri di sini, tapi ini saya kan cuma menjalankan perintah."

Sang Pemuda kaget bukan main bahwa yang tadi ia sangka adalah Sang Petugas Keamanan ternyata adalah Sang Pemimpin itu sendiri! Alangkah malunya ia tadi memotong pembicaraan. Dan alangkah kagumnya ia terhadap kerendahan hati Sang Pemimpin tadi. Pantas saja cara berpikir dan berbicaranya luar biasa, pikir Sang Pemuda itu.

"Wah, mohon maaf Pak, saya tidak tahu kalau itu adalah Sang Pemimpin negeri ini. Saya benar-benar tidak tahu soalnya saya dari negeri seberang Pak. Lagipula beliau sangat bersikap sederhana."

"Ya, tidak apa-apa. Itu sudah biasa terjadi, beliau memang begitu, bersikap sederhana dan saking sederhananya orang yang pertama kali berjumpa dengannya tidak akan menyangkan kalau beliau memiliki jabatan tertinggi di negeri ini. Mungkin itu karena ia berasal dari seorang guru. Ia memandang Pemimpin itu bukan kehormatan, tetapi sebuah amanah yang harus diemban, yang akan dimintai pertanggungjawabannya.", petugas keamanan itu menjelaskan.

Kini Sang Pemuda itu mendapatkan dua pelajaran yang amat berharga dari kunjungannya ke negeri ini. Yang pertama mengenai kisah kutu loncat tadi dan yang kedua adalah mengenai prinsip kepemimpinan.

Pertama : Jangan batasi kemampuan diri dengan apapun. Batasan itu biasanya lebih banyak dari dalam diri sendiri, sisanya dari luar. Akan tetapi jika ada gerakan bersama untuk "keluar dari kotak" dan membebaskan diri, niscaya batasan-batasan tersebut akan hancur.

Kedua : Kepemimpinan adalah sebuah amanah yang harus diemban yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pemimpin adalah harus dapat melayani yang dipimpinnya, bukan sebaliknya. Seorang pemimpin bukan orang yang terkenal, tetapi orang yang mau mengenal segala aspek dari yang dipimpinnya.

--------------------------------
Semarang
140312
--------------------------------

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar